UINSAIZU.AC.ID- Di tengah ancaman krisis iklim global, umat Islam Indonesia tak tinggal diam. Melalui konsep Green Philanthropy, zakat, infaq, sedekah, dan wakaf kini menjadi kekuatan strategis dalam menyelamatkan lingkungan sekaligus memperkuat demokrasi ekologis.
Hasil penelitian Dosen Fakultas Syariah UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, M. Wildan Humaidi bersama timnya, menunjukkan filantropi Islam tak sekadar menjalankan fungsi sosial-ekonomi, tapi juga mampu menciptakan perubahan lingkungan yang signifikan.
Dalam kajiannya, konsep Green Philanthropy disoroti sebagai bentuk baru dari peran umat Islam dalam menjaga kelestarian bumi. Green Philanthropy adalah gerakan yang mendorong pemanfaatan dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) untuk proyek-proyek ramah lingkungan.
Menurut Wildan, ini bukan sekadar aktivitas sosial, tapi bentuk ibadah ekologis bagian dari maqasid syariah, yaitu tujuan syariat Islam yang mencakup perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Merusak lingkungan berarti mengancam seluruh aspek tersebut.
“Menjaga alam bukan sekadar pilihan, tapi kewajiban dalam Islam. Dana zakat dan wakaf bisa menjadi instrumen kolektif umat untuk mewujudkan keadilan ekologis," jelas Wildan.
Banyumas: Contoh Nyata Demokrasi Lingkungan
Kabupaten Banyumas menjadi laboratorium hidup Green Philanthropy. Berbagai lembaga filantropi Islam seperti Dompet Dhuafa, LAZISMU, dan LAZISNU aktif menginisiasi program lingkungan berbasis dana umat.
Hasilnya, Banyumas diganjar Indonesia Green Award 2024 karena keberhasilannya mengintegrasikan upaya sosial dan pelestarian lingkungan. Program seperti bank sampah berbasis masjid, sumur wakaf untuk wilayah kekeringan, hingga penghijauan lahan kritis menjadi bukti nyata. Warga tak hanya menerima bantuan, tapi diajak aktif sebagai bagian dari solusi.
Dompet Dhuafa mengusung program Kampung Sehat Sanitasi, menyediakan air bersih yang juga digunakan untuk keperluan ibadah. Program Tukar Sampah Jadi Berkah mengubah limbah plastik menjadi barang bernilai ekonomi seperti tas dan dompet.
Sementara itu, LAZISMU menggandeng organisasi perempuan ‘Aisyiyah untuk gerakan penghijauan melalui penanaman pohon. LAZISNU pun tak kalah aktif dengan program NUCARE Hijau, mendirikan green pesantren dengan panel surya dan pengelolaan sampah mandiri, serta melakukan edukasi lingkungan di kalangan santri.
Semua program ini sepenuhnya didanai dari zakat, infak, dan wakaf. Wakaf sumur bahkan telah membantu ribuan keluarga di daerah kekeringan seperti Gunung Kidul dan Kupang. Wakaf kebun produktif seperti kelapa dan lada juga dikembangkan untuk menyejahterakan masyarakat dan menjaga kesuburan tanah.
Gerakan Green Philanthropy turut didorong oleh kampanye aktif di media sosial. Akun-akun seperti @dompetdhuafa dan @lazismu rutin membagikan konten inspiratif, mulai dari ajakan tanam pohon hingga cerita warga yang berhasil ubah sampah jadi rezeki. Pesannya sederhana namun kuat: “Sedekah tak harus uang, tanam pohon pun ibadah."
Kesadaran publik pun meningkat. Di Banyumas, komunitas Sedekah Pohon melibatkan generasi muda dalam menanam dan merawat tanaman. Masjid-masjid kini dilengkapi bank sampah, dan program tukar sampah dengan sembako menjadi kebiasaan baru di kalangan warga.
Demokratisasi Lingkungan dan SDGs 2030
Penelitian Wildan dan tim juga menyoroti bagaimana Green Philanthropy memperkuat demokrasi lingkungan. Gerakan ini melibatkan seluruh elemen masyarakat secara inklusif, bukan hanya negara. Umat Islam tampil sebagai aktor penting dalam pelestarian lingkungan, sesuai dengan semangat demokrasi partisipatif.
Lebih jauh lagi, gerakan ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Indonesia membutuhkan dana antara Rp7.700 hingga Rp10.400 triliun untuk mencapai SDGs 2030. Sementara itu, potensi zakat nasional mencapai Rp500 triliun per tahun.
Jika sebagian dialokasikan untuk program lingkungan, maka akan sangat membantu percepatan pencapaian target pembangunan berkelanjutan. Gerakan Green Philanthropy yang digagas dan diperkuat oleh hasil riset akademik ini membuktikan bahwa menjaga bumi tidak melulu soal kebijakan negara.
Umat beragama, khususnya umat Islam, punya peran besar dalam membangun ekosistem lingkungan yang adil dan berkelanjutan. Dari sumur wakaf, kebun produktif, pesantren hijau, hingga bank sampah berbasis masjid semuanya menunjukkan bahwa zakat dan wakaf bisa menjadi senjata utama umat Islam dalam menghadapi krisis iklim global. (AR)
UIN Saizu Maju, UIN Saizu Unggul!!!
#UINSaizu #UINSaizuMaju #Internasionalisasi #PendidikanIslam #PTKIN #WorldClassUniversity